This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Cerita Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita Anak. Tampilkan semua postingan

Senin, 27 Januari 2014

Fabel : Kepiting Bersahabat

Fabel : Kepiting Bersahabat

Dua ekor kepiting, Angkaro dan Tunturana, bersahabat karib. Mereka tinggal bersama dipinggir laut, dipinggir bebatuan. Apabila air laut surut, mereka bersemunyi karena takut kepada orang-orang yang sedang mencari ikan dan mencari kepiting. Bila air pasang, Angkaro dan Tunturana girang bermain tanpa takut akan ditangkap manusia.
Pada suatu malam, ketika malam purnama, Angkaro dan Tunturana keluar menikmati keindahan alam. Ketika air laut pasang, manusia pun beramai-ramai menikmati sinar purnama seperti halnya makhluk-makhluk yang lain.
Angkaro : “Sahabat, badan kita polos, tak indah dipandang.”
Tunturana : “bagaimana kalau punggung kita dihiasi agar kelihatan menarik.”
Angkaro : “Baik sekali pendapat itu. Kita perlu mempercantik diri agar kelihatan menarik. Lalu bagaiman caranya?”
: “Begini saja.”
“Punggung kita lukis dengan warna-warni cat yang serasi warnanya dengan kulit kita.”
Angkaro : “Aku setuju. Sekarang marilah punggung kita percantik dirumah. Aku punya cat.kita bergantian menghiasi punggung.”
“Baik”
“Siapa dulu”
Tunturana : “Aku dulu.”
“Ukirlah punggungku dengan hiasan yang indah-indah.”
Angkaro mulai mengukir punggung Tunturana. Punggung Tunturana dihiasi dengan bulatan yang bagus berselang-seling besar kecil dari muka kebelakang dan dari atas kebawah. Lukisan itu sangat memmpesona.

Angkaro : “Sudah selesai sahabat .”
“bercerminlah dipermukaan air dibawah sinar bulan purnama!”
Tunturana pun bercermin.
Angkaro : “Bagus,bukan!”
Tunturana : “Ya, bagus sekali! Terima kasih sahabat!”
Angkaro : “Sekarang giliran kamu mengukir punggungku.”
Tunturana : “Baiklah! Sekarang tanamkan punggungmu, aku akan mempercantik tubuhmu.“(mengambil kuas dan cat untuk mengukir)
Tiba-tiba air laut pun surut. Datanglah. Datanglah pencari ikan membawa obor. Kedua ekor kepiting pun terkejut.
Tunturana : “Maaf, sahabat.”
“Orang-orang sudah datang hendak menangakap kita. Tak ada waktu luntuk melukis punggungmu.’
Angkaro : “Tidak! Punggungku harus kamu ukir, jangan biarkan polos!”
Melihat obor semakin dekat mata Tunturana mencakar-cakar punggung Angkaro dengan kuas dan cat. Punggung Angkaro sekarang penuh dengan cakaran tidak keruan karena tergesa-gesa menyelamatkan diri.
Tunturana : “Jangan berang sahabat.”
“Lukisanmu jelek karena bahaya sudah datang. Lebih baik tubuhmu penuh dengan cakaran daripada kita binasa. Apa boleh buat?”
Angkaro terpaksa menerima keadaan. Keduanya berkawan dalam bentuk amat beda. Tunturana cantik dan Angkaro jelek.

Sabtu, 25 Januari 2014

Fabel : Kuda Bodoh dan Anjing

Fabel : Kuda Bodoh dan Anjing

Dahulu anjing memang bersahabat dengan kuda. Mereka kemana saja selalu bersama, jika kuda sedang makan rumput di padang, anjing menunggu sambil tidur – tiduran di semak – semak. Jika anjing sedang makan, kuda bergolek sambil mengunyah – ngunyah rumput.

Meskipun begitu, anjing sering mempermainkan kuda. Kuda adalah binatang yang sabar. Ia senantiasa tersenyum.
Anjing : “Hai, kuda ! Aku mendengar manusia menuduh kawannya. Manusia itu mengatakan bahwa senyum kawannya itu seperti senyum kuda.”
Kuda tidak menjawab . Ia hanya tersenyum .
Anjing : “Apakah senyummu itu menarik atau menjijikan ?” Tanya anjing menggoda kuda .
Kuda : “Manusia memang ada-ada saja yang di cerita kan, anjing .pandai mencaci, tetapi ia sendiri tetap jahat.” Kata kuda, yang merasa dirinya juga tersinggung dengan ucapannya itu.

Kuda tidak tinggal diam kalau dipermainkan anjing.
Kuda : “Hai anjing ! aku juga sering mendengar manusia menuduh sesamanya. Katanya senyum manusia itu seperti anjing dibakar. Apa ya, kira-kira makudnya ?”
Anjing yang merasa terpukul lalu menjawab.
Anjing : “Ah, sama saja dengan katamu tadi bahwa manusia suka mencaci, menjelek-jelekkan orang lain. Padahal mereka sendiri lebih jelek. Bukankah mereka itu yang membunuh dan membakar anjing ? Senyum anjing dibakar adalah senyum penderitaan bukanlah senyum kegembiraan.”
Suatu ketika, anjing mengundang kuda agar datang ke rumahnya. Ia hendak mengadakan pesta, kuda datang tanpa curiga. Sambil membawa bingkisan dedak padi bercampur garam.
Ketika kuda tiba di rumah anjing, persiapan pesta telah siap. Kambing, kerbau, dan lembu juga hadir.”

Anjing : “Saudara-saudara, acara pesta akan kita mulai, saya harap saudara – saudara duduk dengan tertib.”
Kambing : “Mbek, ……. Sejak nenek moyangku belum pernah duduk, susah juga
nih !”
kuda : “Ieh,,,,saya juga belum pernah duduk, tapi kita harus menghormati tuan rumah.”
Lembu : “Uh…..betul – betul terlalu, masak kita disuruh duduk ! apakah anjing tidak tahu bahwa kita tidak dapat duduk ?” lembu jantan itu merasa dipermainkan lalu berputar – pitar di ruangan itu.
Kerbau : “Uak…! Saya jadi serba salah mana mungkin saya dapat duduk seperti anjing !”

Anjing sejak tadi di dapur menyediakan makanan, mendengar keluhan tamunya. Ia tertawa dalam hati.
Anjing : “Tahu rasa kalian !” kemudian Ia menuju ke ruang tamu.
Anjing : “Silakan duduk dengan enak, saudara – saudara ! Mengapa kelihatan gelisah ? apa ruang tamu ini kurang serasi ?”

Tamu – tamu itu terdiam. Mereka mencoba duduk. Tapi repot juga tampaknya. Kambing duduk dengan kaki belakang teranjur kemuka. Kaki depan ditopangnya. Punggungnya terasa pegal, mau patah. Kuda juga begitu. Kerbau berkali – kali terguling karena kaki depannya sulit menopang perutnya yang besar, lembu melenguh – lenguh menahan napasnya yang terasa sesak.
Akhirnya tamu – tamu itu memberontak dan marah – marah. Apalagi ketika mereka mendengar anjing tertawa terbahak – bahak di dapur.

Kuda : “Kurang ajar, kau ! Berani mempermainkan kami !” bentak kuda sambil menyepak anjing dengan kaki belakangnya. Hadirin beramai – ramai hendak menghajar anjing. Akan tetapi, anjing dapat melarikan diri.
Dengan terpincang – pincang, anjing lari terbirit – birit meninggalkan tamunya. Rumah anjing itu diobrak – abrik hingga berantakan. Sejak saat itu persahabatan mereka menjadi retak. Itulah sebabnya, anjing selalu menggonggong jika bertemu dengan kuda, kambing, lembu, atau kerbau.

Selasa, 21 Januari 2014

Bukan Singa Biasa Tapi Singa Bodoh

Fabel : Bukan Singa Biasa Tapi Singa Bodoh


Di tengah-tengah hutan, hiduplah beratus-ratus kelinci. Mereka dengan bebas mencari makanan, bersenda gurau, berlari-lari, dan tidur. Namun, mereka harus selalu waspada karena bahaya mengancam setiap saat. Ada dua ekor singa, singa jantan dan singa betina, yang menjadi musuh mereka. Setiap hari ada saja puluhan kelinci yang diterkam dan dimakan oleh kedua singa itu. Walaupun demikian, kelinci-kelinci itu tidak berkurang karena hampir setiap hari ada saja kelinci yang berkembang biak.
“Kamu tadi pagi makan kelinci berapa ?” Tanya singa jantan kepada singa betina pada suatu hari.
“Hanya tiga ekor. Makanya, sekarang aku sudah lapar,” jawab singa betina.
“Jangan khawatir ! mari kita segera berburu kelinci,” sambungnya. “Mengapa, ya ?” tanyanya lagi.
“Betul. Biasanya kelinci-kelinci itu selalu disekitar kita. Sekarang, kita harus mengejar mereka,” jawab singa betina.
“Apa mungkin ada singa lain selain kita yang ikut berburu kelinci ?” Tanya singa jantan. Apa mungkin kelinci itu berkurang karena setiap hari kita makan ?
“Rasanya tidak ada singa lain selain kita. Sudah bertahun-tahun kita makan kelinci, tetapi kelincinya juga tidak pernah habis,” kata singa betina. “Mungkin sekali karena ada pemburu yang juga memburu kelinci. Kemarin aku melihat ada dua orang membawa senjata menembak kelinci. Mereka membawa mobil.” Sambung singa betina.
“Mungkin juga,” kata singa jantan lirih.
Betul juga dugaan mereka. Ada dua orang pemburu yang memburu kelinci-kelinci itu untuk dijual ke kota. Daging kelinci yang lezat itu membuat permintaan akan daging kelinci semakin banyak. Hampir setiap hari dua orang pemburu itu memburu kelinci.
“Hai, sudah dapat berapa buruan kita ?” Tanya Daniel, salah satu pemburu itu.
“Sebentar aku hitung dahulu,” seru boby, pemburu yang satunya. “Delapan puluh ekor !” sambungnya lagi.
“Ayo, kita tinggal cari dua puluh ekor lagi kemudia pulang ! uang sudah di depan mata kita,” seru Daniel.
“Ha, ha, ha !” boby tertawa.
Mereka tidak menyadari bahwa gerak-gerik mereka diawasi oleh kedua singa itu. Kedua singa itu baru percaya bahwa para pemburu itulah yang menghabiskan kelinci itu.
“Ternyata apa yang kau katakan betul ! merekalah yang telah merebut makanan kita !” kata singa jantan kesal.
“Kita harus bagaimana ?” Tanya singa betina.
“Kita harus memberi pelajaran kepada mereka,” kata singa jantan marah. “Kalau tidak, kitalah yang akan kelaparan,” katanya lagi.
Kedua singa itu mengaum keras. Auman itu terdengar oleh kedua pemburu itu.
“Bob, apakah kamu kira kelinci bisa mengaum seperti itu ?” Tanya Daniel.
“Hus ! itu bukan suara kelinci. Kalau tidak salah, itu adalah …………singa !” Boby segera berlari ke mobil.
“Hei tunggu ! itu bukan singa, tapi…..” belum selesai kata. Katanya, Daniel melihat dua ekor singa telah berada di depannya. “Singa….!” Daniel berbalik dan lari sekencang-kencangnya. Kedua singa itu pun mengejarnya. Untunglah Daniel menemukan pohon yang tinggi. Dia panjat pohon itu tinggi-tinggi. Dari ketinggian, dia melihat kedua singa itu dibawah pohon. Dia pun melihat boby menyelamatkan diri dengan mobilnya, meninggalkan dirinya.
“Hei, boby ! tunggu….!” Teriak Daniel.
Kini, tinggallah Daniel, tinggal di atas pohon. Sementara itu, kedua singa itu menungguinya dengan setia.